Sabtu, 19 Juli 2025

Dilema Lahan Sawit Sitaan Negara di Padang Lawas: Masyarakat Cemas, BUMN Didesak Transparan

Administrator
Rabu, 02 Juli 2025 19:02 WIB
Dilema Lahan Sawit Sitaan Negara di Padang Lawas: Masyarakat Cemas, BUMN Didesak Transparan
Istimewa
Madayan Hasibuan SH
Padang Lawas— Pengelolaan lahan eks-perkebunan kelapa sawit seluas pm47.000 hektar yang telah disita negara di Padang Lawas kini menjadi sorotan utama. Lahan yang sebelumnya dikelola oleh Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit (KPKS) Bukit Harapan I dan II, Kebun Patogu Janji, serta Koperasi Parsadaan Simangambat Ujung Batu bersama PT Torganda dan PT Torus Ganda, kini berada di bawah kendali BUMN PT Agrinas Palma Nusantara. Namun, proses transisi ini memicu keresahan dan pertanyaan besar di tengah masyarakat lokal.

Lahan-lahan ini disita berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2642 K/Pid/2006 dan diserahkan secara bertahap dari Satgas Penertiban Kawasan Hutan ke Jaksa Eksekutor, Kementerian Kehutanan, hingga akhirnya kepada Kementerian BUMN. Kini, PT Agrinas Palma Nusantara memegang mandat pengelolaan, namun dinamika di lapangan menunjukkan adanya sejumlah masalah serius.

Keresahan Masyarakat dan Proses Verifikasi yang Janggal

Sejak mandat pengelolaan beralih, masyarakat di Kecamatan Huristak, Barumun Tengah, Simangambat, dan Ujung Batu sangat antusias untuk terlibat kembali. Banyak warga telah menyerahkan fotokopi KTP dan KK sebagai tanda kesediaan untuk proses verifikasi. Sayangnya, proses ini dituding tidak transparan dan tanpa struktur resmi yang jelas.

"Banyak pihak yang mengatasnamakan 'pengurus' tanpa legitimasi hukum, ini sangat meresahkan," ujar salah satu tokoh masyarakat Kecamatan Huristak Madayan Hasibuan SH. Kecurigaan juga mencuat bahwa PT Agrinas Palma Nusantara menunjuk satu kelompok masyarakat secara eksklusif untuk melakukan verifikasi. Langkah ini dinilai tidak partisipatif dan berpotensi memicu kecemburuan sosial serta menghambat rekonsiliasi yang adil.

Para tokoh masyarakat dari empat kecamatan terdampak mendesak agar seluruh elemen masyarakat, termasuk pemerintahan desa, tokoh adat, dan koperasi lokal, dilibatkan dalam proses verifikasi yang transparan dan terbuka. Mereka menekankan bahwa BUMN seharusnya bertindak sebagai fasilitator dialog, bukan penentu mitra secara sepihak.

Tantangan Hukum: Status Lahan Masih Kawasan Hutan Negara

Di samping dinamika sosial, tantangan hukum menjadi krusial. Lahan eks-KPKS Bukit Harapan I dan II, Koperasi Parsub, dan Kebun Patogu Janji ini masih berstatus kawasan hutan negara. Menurut Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan, lahan eks-perkebunan sawit yang tidak lagi berizin memang dapat dimanfaatkan untuk ketahanan pangan nasional, salah satunya melalui skema kemitraan plasma.

Baca Juga:
Namun, Madayan Hasibuan, praktisi hukum dan pemerhati agraria dari Padang Lawas Utara, menegaskan bahwa lahan berstatus kawasan hutan negara tidak dapat serta merta dijadikan objek perkebunan sawit plasma. "Sampai saat ini, berdasarkan Putusan Mahkamah Agung, lahan tersebut masih berstatus kawasan hutan negara. Jika prosedur hukum tidak ditempuh, implementasi plasma akan berisiko melanggar hukum kehutanan dan administrasi negara," tegas Madayan. Ia menekankan bahwa PT Agrinas Palma Nusantara harus menyelesaikan seluruh perizinan kehutanan dan legalisasi kawasan sesuai aturan yang berlaku sebelum memfasilitasi pembagian lahan plasma.

Data Lama Plasma Bermasalah dan Potensi Konflik Baru

Madayan juga menyoroti masalah dalam pendataan ulang masyarakat. Menurutnya, data lama plasma banyak mengandung manipulasi, seperti nama ganda, identitas fiktif, dan ketidaksesuaian subjek hukum. Selain itu, praktik jual beli hak atas kebun plasma secara informal yang telah terjadi selama ini juga menciptakan realitas sosial baru. Jika hal ini tidak ditangani dengan hati-hati, verifikasi ulang justru berpotensi memunculkan konflik horizontal di antara masyarakat.

Sebagai solusi strategis yang realistis, Madayan menyarankan agar masyarakat didorong untuk masuk ke dalam skema Perhutanan Sosial. "Skema ini memiliki dasar hukum yang kuat, bersifat partisipatif, dan memberikan kepastian bagi masyarakat," pungkasnya.

PT Agrinas Palma Nusantara kini dihadapkan pada dilema besar: di satu sisi harus memenuhi harapan masyarakat untuk bermitra, di sisi lain wajib memastikan setiap langkah sesuai dengan koridor hukum yang berlaku, terutama terkait status lahan sebagai kawasan hutan negara.rel

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Administrator
Sumber
:
SHARE:
Tags
Berita Terkait
Simposium Bela Negara Humanis, Pj Sekdaprov Sumut Berharap Anak Muda Jadi Pioner Perubahan

Simposium Bela Negara Humanis, Pj Sekdaprov Sumut Berharap Anak Muda Jadi Pioner Perubahan

FKBNI, BNN & LLDIKTI Gelar Simposium Bela Negara Humanis di Sumut

FKBNI, BNN & LLDIKTI Gelar Simposium Bela Negara Humanis di Sumut

Negara Perlu Syahganda dan Jumhur: Figur Rakyat untuk Pemerintahan Baru

Negara Perlu Syahganda dan Jumhur: Figur Rakyat untuk Pemerintahan Baru

Premanisme dan Kekuasaan Negara: Perspektif Shohibul Anshor Siregar, Dosen FISIP UMSU

Premanisme dan Kekuasaan Negara: Perspektif Shohibul Anshor Siregar, Dosen FISIP UMSU

Memaknai Menjaga Nama Baik Negara

Memaknai Menjaga Nama Baik Negara

APH Harus Serius Usut Dugaan Jual Beli Lahan Eks PTPN II Oleh Oknum Anggota Dewan

APH Harus Serius Usut Dugaan Jual Beli Lahan Eks PTPN II Oleh Oknum Anggota Dewan

Komentar
Berita Terbaru