Jumat, 24 Oktober 2025

Paradox Kekayaan dan Kemiskinan

Administrator
Senin, 01 September 2025 14:45 WIB
Paradox Kekayaan dan Kemiskinan
Istimewa
Oleh: Syahrir Nasution

"How rich your country, how green your valley, but how poor your people." Kalimat ini, meski sederhana, menyimpan sindiran tajam terhadap realitas bangsa kita hari ini.

Indonesia dikenal sebagai negeri yang kaya raya. Dari Sabang sampai Merauke, Allah SWT telah menganugerahkan sumber daya alam yang melimpah: hutan tropis, lautan luas, tambang emas, batu bara, minyak, gas, dan kesuburan tanah yang jarang dimiliki bangsa lain. Secara geografis, kita berada di jalur strategis dunia. Dari sisi sumber daya manusia, bangsa ini memiliki jumlah penduduk produktif yang besar. Semua ini seharusnya menjadi modal untuk menciptakan kesejahteraan.

Namun ironi justru terjadi: mayoritas rakyat masih hidup dalam kondisi rentan. Tingkat kemiskinan, pengangguran, hingga daya beli yang rendah masih menjadi wajah keseharian masyarakat. Standar hidup layak seakan jauh dari harapan.

Paradox ini bukanlah sesuatu yang terjadi begitu saja. Kemiskinan rakyat kita sesungguhnya adalah kemiskinan yang dimiskinkan. Ia diciptakan, dipelihara, dan dilanggengkan secara struktural oleh para pengelola negara dan pengambil kebijakan. Alih-alih dikelola untuk kepentingan rakyat, kekayaan alam kita justru lebih banyak dinikmati oleh segelintir elit politik dan ekonomi.

Kebijakan pembangunan sering kali hanya berpihak pada pemilik modal besar, sementara rakyat kecil dipaksa bertahan dalam jerat harga kebutuhan pokok yang mahal, lapangan kerja yang minim, serta akses pendidikan dan kesehatan yang terbatas.

Apakah kita rela terus berada dalam kondisi seperti ini? Sampai kapan rakyat hanya menjadi penonton di negeri yang seharusnya menjadi miliknya sendiri?

Sudah saatnya negara hadir bukan sekadar sebagai pengelola, tetapi sebagai pelindung dan pengayom. Kekayaan yang dianugerahkan Tuhan seharusnya menjadi milik rakyat, bukan sekadar angka-angka dalam laporan ekonomi atau statistik pertumbuhan yang tidak pernah dirasakan masyarakat bawah.

Baca Juga:
Jika tidak ada keberanian untuk mengubah arah kebijakan, maka paradox ini akan terus menjadi luka panjang bangsa: negeri yang kaya raya, namun rakyatnya tetap miskin.***

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Administrator
Sumber
:
SHARE:
Tags
Berita Terkait
Premanisme dan Kekuasaan Negara: Perspektif Shohibul Anshor Siregar, Dosen FISIP UMSU

Premanisme dan Kekuasaan Negara: Perspektif Shohibul Anshor Siregar, Dosen FISIP UMSU

Koperasi: Gerakan Rakyat, Bukan Instruksi Kekuasaan

Koperasi: Gerakan Rakyat, Bukan Instruksi Kekuasaan

Komentar
Berita Terbaru