DELI SERDANG : Suara tangisan seorang nenek yang menopang tiga cucu balita bergema melawan dinding keadilan. Di balik jeritan itu, sosok Indriani (30), ibu tunggal dari tiga anak kecil, terkurung di sel Rutan Kelas II Tanjung Gusta atas tuduhan penggelapan, padahal menurut penasihat hukumnya, dia hanyalah korban kriminalisasi yang dirancang oleh "mafia
beras" yang diduga bekerja sama dengan oknum di lembaga penegakan hukum.Peristiwa yang membelenggu Indriani mulai dari selembar akta perjanjian notaris yang seharusnya melindungi, malah berubah menjadi jebakan. Pada bulan Januari hingga Juni 2024, dia bekerja sama dengan pelapor inisial NL dan Gunawan sebagai mandor dalam bisnis penggilingan padi dengan skema bagi hasil yang jelas: 50% untuk pemilik, 40% untuk NL, dan 10% untuk Gunawan. Bahkan, NL sendiri menawarkan iming-iming bagi hasil 50% hak dari orang tua Indriani.
Namun, harapan itu sirna seperti kabut. Setiap kali ditanya pembayaran, NL selalu mengulur waktu dengan alasan "belum diaudit" meskipun transaksi
beras dan menir sudah ditutupi oleh Indriani, dan dedak langsung dibeli ke NL.Sampai akhirnya Indriani dilaporkan NL ke polisi dengan LP Nomor LP/B/565/VI/2024/SPKT/POLRESTA DELI SERDANG tanggal 22 Juni 2024, dengan dalil melanggar Pasal 372 dan 374 KUHP tentang penggelapan.
Baca Juga:
Di sidang Pengadilan Negeri Lubuk Pakam pada Kamis 4 Desember 2025 saksi Gunawan memberikan keterangan meringankan dengan mengakui adanya kesepakatan bagi hasil 10% per 6 bulan yang belum pernah dibayarkan. Namun, kejanggalan membanjiri berkas perkara, akta perjanjian kerja sama yang sah diabaikan penyidik, notaris dalam perjanjian ditunjuk langsung oleh NL, dan pelapor yang seharusnya menjadi tersangka malah hanya berstatus saksi."INI JELAS Kriminalisasi YANG TERORGANISIR!" tegas Gozali Marbun, S.H. dan Partner, advokat dari Kantor Hukum Perjuangan "Counsellor At Law". Mereka menduga, berkas perkara dinaikkan ke pengadilan tanpa penyelidikan utuh berdasarkan dengan bukti yang direkayasa, menggunakan kewenangan hukum untuk menekan pihak yang lemah.
"Tujuan mereka hanyalah membersihkan jejak mafia
beras dengan mengorbankan seorang ibu rumah tangga yang tidak bersalah." lanjut pengacara.Ditengah keputusasaan, keluarga Indriani melalui neneknya yang memeluk tiga cucu mengajukan permohonan langsung ke Presiden RI Prabowo Subianto. "PAK PRESISEDN TOLONG KAMI BERIKAN KEADILAN! Bebaskan putri kami! Jangan biarkan rakyat kecil menjadi korban permainan mafia
beras dan oknum hukum! Keadilan harus tegak untuk ibu dan anak-anak yang tak bersalah!" seru sang nenek dengan suara terisak.
Baca Juga:
Kasus ini menjadi preseden baru di mana masyarakat merasa ditindas oleh mafia
beras, dan oknum penegak hukum, sebuah tanda bahaya bahwa sistem yang seharusnya melindungi malah berubah menjadi alat penindasan.red