MEDAN |– Aksi besar masyarakat Kawasan Danau Toba yang menuntut penutupan pabrik pulp PT Toba Pulp Lestari (TPL) berakhir antiklimaks. Bukan karena kurangnya semangat rakyat, tapi karena absennya sosok yang paling ditunggu: Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution.Alih-alih menemui massa yang datang ke kantornya, Gubsu justru "menghilang" ke Jakarta, tepat di Hari Pahlawan, 10 November 2025. Langkah ini memantik kritik keras dari berbagai kalangan. Presidium Kornas, Sutrisno Pangaribuan, menilai tindakan Bobby sebagai bentuk kepengecutan dan pengkhianatan moral terhadap rakyat Sumut, khususnya masyarakat Kawasan Danau Toba.> "Rakyat datang ke kantor Gubsu sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, tapi Bobby malah kabur. Ia takut diminta bersikap soal penutupan TPL," ujar Sutrisno.
Janji dan "Prank" Politik BobbyTak lama berselang dari pelantikannya sebagai Gubsu, Bobby sempat menjanjikan keterwakilan warga HKBP dalam jabatan strategis pemerintahan. Namun, janji itu berubah menjadi ironi. Togap Simangunsong, jemaat HKBP Rawamangun Jakarta, dilantik sebagai Sekda Sumut pada 11 Juli 2025 — hanya untuk pensiun tiga bulan kemudian."HKBP dan warga Danau Toba kena prank. Banyak tokoh lokal yang layak, tapi justru dipilih pejabat yang hanya menjabat tiga bulan," ujar Sutrisno."Kabur" ke Jakarta, Numpang Gemerlap Gelar Pahlawan
Baca Juga:
Di hari yang sama ketika massa aksi menggelar protes di Medan, Bobby justru muncul di Istana Negara, Jakarta. Ia hadir dalam acara penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Rondahaim Saragih Garingging. Namun, Sutrisno menegaskan, undangan istana hanya diperuntukkan bagi keluarga atau ahli waris, bukan kepala daerah."Tidak ada gubernur lain yang hadir di istana. Bobby ke Jakarta bukan karena undangan resmi, tapi karena cari alasan untuk kabur dari rakyatnya," tegas Sutrisno.Sebagai pembanding, Khofifah Indar Parawansa (Gubernur Jatim) maupun Ahmad Luthfi (Pj Gubernur Jateng) tidak hadir mendampingi penerima gelar pahlawan asal daerah masing-masing.Massa Aksi Butuh Gubernur, Bukan Wakil
Kehadiran massa aksi pro
Tutup TPL di kantor Gubernur Sumut seharusnya menjadi momentum penting bagi Bobby untuk menunjukkan kepemimpinan moral dan keberpihakan terhadap rakyat. Namun, alih-alih tampil di depan publik, ia justru memerintahkan Wakil Gubernur, Musa Rajekshah alias Surya, untuk menerima massa."Surya tidak dibutuhkan untuk mewakili Gubsu. Rakyat ingin pemimpinnya hadir, bukan sembunyi," kata Sutrisno.TPL dan Jejak Politik PilgubsuDalam analisanya, Sutrisno menyebut ketakutan Bobby bisa jadi berakar pada relasi politik dengan TPL. "TPL punya sejarah 'berteman baik' dengan setiap Gubernur Sumut. Bobby juga diduga mendapat dukungan dari jaringan TPL dan karyawannya pada Pilgubsu 2024 lalu," ungkapnya.
Baca Juga:
Karenanya, lanjutnya, Bobby memilih "jalan aman": kabur ke Jakarta daripada harus menghadapi rakyat dan menjelaskan posisinya soal tutup TPL.Pahlawan yang Takut RakyatIroninya, pelarian Bobby ke Jakarta terjadi tepat pada Hari Pahlawan. Sementara rakyat Danau Toba memperjuangkan kelestarian tanah leluhur mereka, sang gubernur justru mencari panggung seremonial di Istana Negara."Warga Kawasan Danau Toba yang dulu cinta buta pada menantu Jokowi kini melihat kenyataan pahit: pemimpin pujaan mereka pengecut," kata Sutrisno pedas.
Ia menutup pernyataannya dengan sindiran tajam:> "Bobby berani bilang 'jangan mundur' kepada guru honorer, tapi tidak berani mengucapkan kata yang sama kepada rakyat Kawasan Danau Toba."
---Penulis: Sutrisno PangaribuanPresidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas)Presidium Pergerakan Rakyat Indonesia Makmur Adil (PRIMA)
Presidium Perkumpulan Semangat Rakyat Anti Korupsi (Semarak)Direktur Eksekutif Indonesia Government Watch (IGoWa)