Oleh: H. Syahrir Nasution – Pemerhati Sosial dan Ekonomi
Ditengah derasnya arus pragmatisme dan materialisme, duniakampus — yang seharusnya menjadi benteng terakhir moral dan intelektualitas bangsa — kini menghadapi ujian berat: lunturya integritas akademik.
Baca Juga:
Perguruan tinggi dikatakan baik dan unggul bukan semata karena megahnya bangunan, banyaknya mahasiswa, atau banyaknya gelar yang disandang para dosennya. Melainkan karena masyarakat akademik di dalamnya memiliki integritas dan harga diri yang tinggi.
Rektor, dekan, dosen, hingga staf akademik harus menjadi teladan moral dan intelektual yang tidak mudah tergoyahkan oleh pengaruh materi, uang, atau kepentingan transaksional lainnya.
Integritas yang Mulai Diperdagangkan
Ironisnya, dalam beberapa tahun terakhir,
dunia pendidikan tinggi kita justru memperlihatkan gejala sebaliknya.
Di sejumlah
kampus — baik yang ternama maupun yang kredibilitasnya menengah — muncul praktik yang mencederai marwah akademik: jual beli jabatan struktural, titip mahasiswa, jual nilai, bahkan manipulasi penelitian untuk kepentingan pribadi.
Keteladanan moral dari pimpinan
kampus yang seharusnya menjadi panutan justru semakin kabur.
Bagaimana mahasiswa bisa tumbuh menjadi insan berkarakter jika para pengasuhnya sendiri menukar nilai-nilai akademik dengan nominal rupiah?
Perguruan Tinggi Bukan Pasar Transaksi
Baca Juga:
Perguruan tinggi bukanlah pasar di mana nilai akademik diperjualbelikan. Ia adalah ruang pembentukan karakter, integritas, dan tanggung jawab moral.
Ketika uang menjadi ukuran utama dalam setiap aspek — dari penerimaan mahasiswa, kenaikan jabatan, hingga proyek penelitian — maka
dunia akademik kehilangan roh keilmuannya.
Tanpa integritas, ilmu pengetahuan hanya menjadi alat legitimasi bagi kebohongan yang berwajah ilmiah.
Rektor dan Dosen Sebagai Cermin
Rektor dan dosen adalah wajah
kampus. Jika mereka berintegritas, maka seluruh ekosistem akademik akan hidup dalam semangat keteladanan. Namun jika mereka goyah dan terjebak dalam transaksi, maka
kampus hanya akan menjadi pabrik gelar — bukan lembaga pencetak manusia berkarakter.
Seorang akademisi sejati seharusnya merasa terhina bila keahliannya bisa "dibeli" atau dijadikan alat untuk memperoleh keuntungan pribadi.
Saatnya Refleksi dan Reformasi Moral
Sudah saatnya
kampus di Indonesia melakukan refleksi menyeluruh.
Kita membutuhkan reformasi moral dalam
dunia akademik: sistem yang menghargai kejujuran, transparansi, dan tanggung jawab intelektual di atas segalanya. Integritas tidak bisa dibangun dengan seminar atau slogan, tetapi dengan keteladanan nyata dari para pemimpin
kampus.
Bangsa yang kehilangan integritas akademiknya akan kehilangan masa depannya. Karena dari ruang-ruang kuliahlah lahir para pemimpin, pejabat, dan cendekiawan masa depan. Jika di ruang itu kejujuran sudah digadaikan, maka jangan heran bila korupsi, nepotisme, dan manipulasi menjadi budaya yang diwariskan.
Maka, menjaga integritas akademik bukan sekadar tugas
kampus, tetapi tanggung jawab moral seluruh bangsa — agar pendidikan tetap menjadi cahaya, bukan komoditas gelap yang diperjualbelikan.rel