MEDAN, - Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Sumatera Utara mencatat sebanyak 15.312 unit kendaraan dinas (plat
merah) di Sumut menunggak
pajak hingga 31 Agustus 2025. Jumlah tunggakan mencapai Rp10,8 miliar, dana yang seharusnya masuk ke kas daerah justru menguap akibat kelalaian pemerintah sendiri.Kepala Bapenda Sumut, Ardan Noor, mengakui tunggakan ini berasal dari 10.557 kendaraan roda dua dan 4.865 kendaraan roda empat milik pemerintah kabupaten/kota maupun provinsi. "Kami sedang berkoordinasi dengan kabupaten/kota untuk menyinkronkan data aset kendaraan. Harus dipastikan dulu, apakah kendaraan tersebut masih aktif atau tidak," kata Ardan di Kantor Gubernur Sumut, Kamis (2/10).
Ardan mengungkapkan pembayaran
pajak kendaraan dinas akan dimasukkan dalam evaluasi APBD. Jika ada daerah yang belum mengalokasikan anggaran, APBD akan dikembalikan untuk diperbaiki. Artinya, anggaran yang digadang-gadang untuk pembangunan rakyat justru harus dipakai membayar tunggakan
pajak kendaraan pejabat."Sudah kami koordinasikan dengan BKAD Sumut. Mekanismenya jalan. Jadi kalau tidak dianggarkan, APBD itu harus diperbaiki," jelasnya.Ardan mengklaim kabupaten/kota telah melakukan razia kendaraan dinas. Namun, fakta 15 ribu kendaraan masih menunggak membuktikan razia tak lebih dari solusi tambal sulam.
Baca Juga:
Padahal,
pajak kendaraan bermotor (PKB) merupakan sumber penting pendapatan daerah. Dari setiap pembayaran PKB, 66 persen masuk langsung ke kas daerah kabupaten/kota."Potensi
pajak kendaraan ini sangat diharapkan kabupaten/kota, karena kondisi keuangan daerah sama beratnya dengan provinsi," ujar Ardan. Bahkan, ia menyebut ada kepala daerah yang mengancam akan menarik kendaraan dinas jika
pajaknya tak dibayar. Ardan juga menegaskan bahwa program pemutihan
pajak bukan solusi jangka panjang. "Kalau semua denda dihapus, masyarakat justru menunggu program itu dan enggan membayar tepat waktu," katanya.
Dia membandingkan dengan negara lain, di mana kendaraan yang tidak bayar
pajak bisa langsung disita dan pemiliknya bisa ditahan. Di Indonesia, sanksinya sebatas denda dan itupun sering dihapus.Kondisi ini menimbulkan pertanyaan publik, mengapa masyarakat sipil yang menunggak
pajak kerap ditindak tegas, sementara kendaraan dinas milik pemerintah justru dibiarkan menumpuk tunggakan miliaran rupiah?Di saat rakyat dikejar-kejar dengan razia dan ancaman tilang elektronik, aparatur daerah justru seolah bebas dari kewajiban. Padahal, kendaraan plat
merah dibiayai dari uang rakyat.Ardan berdalih kondisi ekonomi global ikut mempengaruhi penerimaan
pajak daerah. Pelemahan rupiah, kenaikan harga kendaraan, hingga daya beli masyarakat yang menurun disebut sebagai faktor utama.
Baca Juga:
"Ekonomi masyarakat sedang lesu, jadi kita tidak bisa memaksa. Pendekatan humanis sangat diperlukan," katanya.rel