Medan – Momentum peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia diwarnai dengan pesan menyentuh dari Aris Yudha, Juru Bicara Covid-19 Sumatera Utara. Lewat
surat tulisan tangan berjudul "Surat Sunyi di Hari Merdeka", ia menyuarakan refleksi atas perjuangan para tenaga kesehatan yang pernah berada di garis depan pandemi, namun kini merasa terbelenggu stigma dan tuduhan tanpa ruang pembelaan."Dulu, kami berdiri di garis depan melawan wabah tanpa keluhan. Kini, kami terbelenggu tuduhan tanpa ruang pembelaan," tulisnya.Ia menegaskan, makna merdeka bukanlah sekadar asumsi, melainkan harus dibuktikan dengan penghargaan nyata atas pengorbanan rakyat.Pesan moral ini berkelindan dengan perjuangan hukum yang kini tengah ditempuh di Mahkamah Agung melalui upaya kasasi, terkait kasus yang menyeret sejumlah pejuang kesehatan. Harapan besar ditujukan agar keadilan benar-benar berpihak, bukan hanya berhenti pada prosedur formal semata.
Sejalan dengan itu, Ali Yusuf, pengamat hukum yang sejak awal mengikuti dinamika kasus ini, menegaskan perlunya perhatian Presiden. Ia menilai opsi abolisi dan amnesti dapat dipertimbangkan sebagai jalan keluar, mengingat peran para terdampak dalam perjuangan melawan pandemi yang seharusnya dikenang sebagai pengabdian, bukan dikriminalisasi."Momentum kemerdekaan adalah saat yang tepat bagi Presiden untuk menunjukkan kebesaran hati negara. Abolisi maupun amnesti harus ditempatkan sebagai instrumen politik hukum yang berpihak pada mereka yang dulu berjasa menyelamatkan nyawa rakyat," ujarnya.Surat
sunyi Aris Yudha yang ditulis pada 17 Agustus 2025 itu pun semakin menegaskan pesan bahwa kemerdekaan sejati adalah keberanian negara mengakui dan melindungi warganya yang telah berkorban. Sementara perjuangan kasasi di Mahkamah Agung dan seruan untuk membuka ruang abolisi-amnesti menjadi agenda penting yang kini menunggu perhatian Presiden.rel
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di
Google News