Menanam Loyalitas Kader di Tengah Arus De-Ideologisasi Dunia Politik: Refleksi untuk Kader dan Pengurus PKB

Baca Juga:Kader yang loyal tidak hanya patuh kepada instruksi struktural, tetapi juga memiliki kesadaran ideologis—ia tahu untuk apa dirinya berjuang, siapa yang ia wakili, dan nilai apa yang sedang ia tegakkan. Di tengah politik yang makin transaksional, kehadiran kaderyang kokoh secara ideologis menjadi penentu apakah partai mampu bertahan dalam jangka panjang, atau hanya menjadi kendaraan sesaat bagi kepentingan elektoral.Tantangan Besar: De-Ideologisasi Politik dan Kaderisasi yang Rapuh Kita hidup di tengah zaman yang mengalami de-ideologisasi—suatu kondisi ketika ideologi tidak lagi menjadi pijakan utama dalam gerakan politik. Partai-partai cenderung mengabaikan nilai dasar perjuangan dan lebih menekankan pada popularitas tokoh, strategi media, dan logika elektoral. Kaderisasi pun tak jarang berubah menjadi kegiatan formalitas, tanpa penanaman nilai dan cita-cita. Tantangan ini juga menyentuh partai berbasis nilai seperti PKB. Banyak kader muda yang masuk partai dengan semangat tinggi, tetapi kehilangan arah karena tidak mendapatkan pendampingan ideologis yang memadai. Mereka aktif di lapangan, tapi tidak memahami ruh perjuangan. Mereka giat dalam kampanye, tapi tidak menjiwai gagasan-gagasan dasar partai. Ini adalah masalah serius yang harus dijawab secara struktural dan kulturalkaderisasi. Politik uang, politik pencitraan, dan loyalitas semu membuat kader lebih berpikir soal "apa yang saya dapat" daripada "apa yang saya perjuangkan". Akibatnya, kita menyaksikan fenomena kader musiman—aktif menjelang pemilu, lalu menghilang setelahnya.Konteks PKB: Ideologi yang Kaya, Tapi Sering TerlupakanSebagai partai yang lahir dari rahim Nahdlatul Ulama (NU), PKB memiliki kekayaan ideologis yang sangat mendalam. Gagasan hubbul wathan minal iman (cinta tanah air adalah bagian dari iman), Islam Nusantara, dan komitmen kebangsaan yang inklusif, seharusnya menjadi bahan bakar utama dalam pembinaan kader.
Baca Juga:Kaderisasi tidak boleh hanya bersifat teknis dan administratif. Harus ada penguatan pendidikan politik yang menanamkan nilai-nilai Islam rahmatan lil'alamin, ke-NU-an, dan keindonesiaan. Sekolah partai harus menjadi ruang transformasi kesadaran, bukan sekadar pembekalan prosedural.2. Penguatan Identitas Kolektif Kader PKB Kader perlu merasa menjadi bagian dari sejarah besar perjuangan umat dan bangsa. Narasi besar tentang peran NU dalam kemerdekaan, kontribusi pesantren dalam pendidikan, serta peran PKB dalam memperjuangkan rakyat kecil harus menjadi bagian dari formasi identitas kader.3. Teladan dari Elit PartaiTidak akan lahir kader loyal jika para pimpinan partai justru menunjukkan sikap pragmatis, eksklusif, atau jauh dari akar rumput. Teladan adalah bahasa yang paling didengar oleh kader. Elit harus menjadi inspirasi, bukan sekadar komando.
Meneguhkan Loyalitas di Tengah Arus Kita tidak bisa menutup mata terhadap gelombang de-ideologisasi yang melanda dunia politik. Tapi sebagai kader dan pengurus PKB, kita justru harus menjadikan tantangan inisebagai momen untuk menegaskan jati diri. Di tengah badai pragmatisme, kita harus menjadi nahkoda yang menuntun arah. Di tengah pasar politik yang ramai dengantransaksi, kita harus menjadi penjaga nilai. Loyalitas bukanlah hasil iming-iming, tetapi buah dari proses pembinaan, peneladanan,dan penghayatan nilai-nilai luhur. PKB memiliki semua bahan untuk itu—tinggalbagaimana kita, sebagai kader dan pengurus, sungguh-sungguh menjadikannya kekuatan hidup dalam gerakan politik. Mari kita teguhkan komitmen untuk menjadi kader-kader yang tidak hanya loyal padastruktur, tapi juga setia pada perjuangan. Karena sesungguhnya, politik tanpa loyalitas adalah gerakan tanpa ruh. Dan partai tanpa kader ideologis adalah tubuh tanpa jiwa.***