JAKARTA – Kasus dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) COVID-19 di Dinas Kesehatan Sumatera Utara (Sumut) tahun 2020 kembali menjadi sorotan publik. Terdakwa, dr. Aris Yudhariansyah, yang saat pandemi menjabat sebagai Sekret
aris Dinas Kesehatan sekaligus juru bicara Satgas COVID-19 Sumut, membantah keras tuduhan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyebut ia menerima uang Rp 700 juta.Dalam nota pembelaannya, Aris menegaskan bahwa tidak ada satu pun saksi atau fakta di persidangan yang membuktikan dakwaan tersebut. Ia merasa dedikasinya selama pandemi, yang berupaya keras melindungi tenaga kesehatan, kini justru berujung pada statusnya sebagai terdakwa."Sebagai PPTK, saya hanya memastikan APD sampai kepada dokter dan tenaga kesehatan," ujar Aris. "Saya merasa sedih karena pengabdian saya untuk menyelamatkan nyawa manusia justru berujung pada dakwaan korupsi."Argumentasi Hukum Kuasa Hukum dan Desakan untuk Presiden
Menanggapi kasus ini, Ali Yusuf dari kantor hukum ALYLAW.135.8, yang dikenal sering mendampingi kasus korupsi, menyesalkan penetapan tersangka terhadap para pejuang kemanusiaan. Ia menilai kasus ini seharusnya tidak dibawa ke ranah pidana, mengingat tujuan pengadaan APD adalah untuk menyelamatkan nyawa manusia.Ali Yusuf mengutip adagium hukum Romawi, "Salus Populi Suprema Lex Esto", yang berarti keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi. Adagium ini, kata Ali, pernah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dan Mahfud MD saat pandemi. "Jika pengadaan APD ini tujuannya demi menyelamatkan nyawa manusia, mengapa harus dipertanyakan kerugian negara?" tanyanya.Ia juga menyoroti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanganan COVID-19, khususnya Pasal 27. Pasal ini menyatakan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk penanganan pandemi bukan merupakan kerugian negara dan para pejabat yang bertugas dengan itikad baik tidak dapat dituntut secara hukum.Ali Yusuf juga merujuk pada Pasal 48 KUHP yang menyebutkan bahwa seseorang yang melakukan perbuatan dalam kondisi darurat tidak dapat dipidana. Ia menyebut pandemi COVID-19 sebagai "keadaan memaksa faktor alam" yang seharusnya menjadi dasar pembebasan dr. Aris.
Baca Juga:
Oleh karena itu, Ali Yusuf meminta Presiden Prabowo Subianto untuk turun tangan dan mengevaluasi seluruh proses hukum terhadap para pejuang kemanusiaan. Ia berharap presiden dapat menghentikan kasus-kasus serupa demi mewujudkan asas manfaat dan keadilan."Dalil presiden untuk menghentikan proses hukum yang terjadi selama pandemi bisa diambil dari tujuan hukum, yakni asas manfaat dan keadilan," pungkasnya.
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di
Google News