Oleh: H Syahrir NasutionKemaksiatan di Bumi Serambi Mekkah: Saat Pemerintah Membiarkan Malam Gelap Menyelimuti Mandailing NatalMandailing Natal, sebuah wilayah yang dikenal dengan julukan "Bumi Serambi Mekkah", kini terancam kehilangan identitas religiusnya. Ironisnya, ancaman ini datang bukan dari luar, melainkan dari kebijakan abai pemerintah daerah yang seluas-luasnya membiarkan menjamurnya hiburan malam. Di tengah gema azan dan lantunan ayat suci, deru musik disko dan gemerlap lampu remang-remang kini mulai mengambil alih.
Pemerintah, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga moral dan nilai-nilai luhur masyarakat, justru seolah menutup mata. Dalih "pariwisata" atau "ekonomi" menjadi tameng di balik pembiaran ini, padahal dampak sosial dan spiritual yang ditimbulkan jauh lebih besar dan merusak. Apakah keuntungan sesaat dari bisnis hiburan malam sebanding dengan rusaknya generasi muda, meningkatnya angka kriminalitas, dan pudarnya akhlak masyarakat?Kita menyaksikan dengan pilu bagaimana tempat-tempat hiburan malam, yang seringkali menjadi sarang maksiat, tumbuh subur tanpa pengawasan ketat. Narkoba, minuman keras, dan prostitusi bukan lagi rahasia umum di beberapa lokasi ini. Pembiaran ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah rakyat, pengkhianatan terhadap nilai-nilai adat dan agama yang telah dijunjung tinggi oleh nenek moyang kita.Para pemimpin daerah harus ingat, Mandailing Natal bukan sekadar wilayah administratif, melainkan sebuah wilayah yang kental dengan budaya Islam dan tradisi kearifan lokal. Membiarkan hiburan malam berkembang sama saja dengan mengikis pondasi moral dan spiritual yang telah dibangun bertahun-tahun. Ini adalah bentuk kegagalan kepemimpinan yang nyata, kegagalan dalam melindungi warganya dari jurang kehancuran.Masyarakat Mandailing Natal tidak akan diam. Suara-suara keberatan telah menggema, namun nampaknya belum mampu mengusik telinga para pengambil kebijakan. Apakah pemerintah menunggu hingga kerusakan ini tak bisa lagi diperbaiki? Apakah menunggu hingga "Bumi Serambi Mekkah" hanya tinggal nama, tanpa lagi ruh dan martabatnya?
Baca Juga:
Sudah saatnya pemerintah membuka mata, mendengar jeritan hati rakyatnya, dan bertindak tegas. Tutup semua tempat hiburan malam yang merusak tatanan sosial dan agama. Kembalikan Mandailing Natal pada khitahnya sebagai wilayah yang religius dan
bermartabat. Jika tidak, sejarah akan mencatat, bahwa di bawah kepemimpinan merekalah, kegelapan malam dibiarkan menelan cahaya iman di Mandailing Natal.Salah satu contoh kegagalan kepemimpinan pemangku kebijakan di Madina ini merupakan hal yang mendasari semboyan "Negeri Madina yang Madani".Lebih baik katakan "Mundur dari Bupati" sejak saat ini, daripada di tangan Anda merusak generasi penerus rakyat Madina ini nanti.* Wakil Ketua Hikma Sumut
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di
Google News