Medan -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan uang Rp 2,8 miliar dan senjata api saat menggeledah sebuah rumah di Perumahan Royal Sumatera di Cluster Topaz. Rumah tersebut disebut milik Kepala Dinas Pekeejaan Umum dan Penetaan Ruang (PUPR) Sumut Topan Ginting yang terjerat operasi
tangkap tangan KPK.
Wakil Ketua Perhimpunan Pergerakan 98 Ihutan Pane, meminta KPK tidak terkecoh dengan temuan uang Rp 2,8 miliar tersebut agar penyelidikan tak berhenti pada Topan Ginting dan empat orang lainnya. Menurut Pane, KPK harus memekai 'crime logic' agar bisa membersihkan Sumut dari praktik suap menyuap pembangunan infrastruktur.
" Kalau kita mundur kebelakang pada kasus korupsi eks Wali Kota Medan Dzulmi Eldin dan Kadis PU Medan saat itu Isa Ansyari serta Akbar Himawan Buchari sebagai pengusaha sekaligus politisi, strukturnya mirip dengan kasus yang menjerat Kadis PUPR Sumut Topan Ginting dan sejumlah pengusaha. Tapi KPK kemudian hanya menjerat Eldin dan Isa Ansyari sebagai puncak penerima kesalahan. Padahal KPK bisa menjerat yang lain pada kasus itu." kata Ihutan Pane kepada wartawan, Jumat 4 Juli 2025.
Pane mengatakan, jika KPK berhenti pada fakta uang Rp 2,8 miliar itu saja, maka kasus OTT kali ini hanya berhenti pada Topan Ginting sebagai puncak penerima hukuman. Logika sederhananya, sambung Pane, proyek di Dinas PUPR Sumut tahun 2025 banyak yang belum dilelang.
" Fakta ada uang Rp 2,8 miliar ditemukan dalam keadaan terbungkus rapi. Kami menduga uang itu adalah uang yang disisakan. Artinya uang yang dibagikan lebih banyak dari uang yang disisakan. Kalau uang Rp 2,8 miliar itu adalah pembagian untuk Topan, maka yang menerima lebih besar dari Rp 2,8 miliar mustahil tidak ada. Dan itu lazim dalam kejahatan kerah putih." ujar Pane.
Pane menduga uang Rp 2,8 miliar itu bukan didapat dari jabatan Topan saat Kadis PUPR Sumut, melainkan saat Topan masih bertugas di Pemko Medan.Logikanya, ujar Pane, sederhana yakni KPK menyita uang tunai senilai Rp 231 juta yang diduga bagian dari komitmen fee proyek saat Topan di
tangkap. KPK juga menelusuri uang Rp 2 miliar yang ditarik dari salah satu bank.
" Kalau uang Rp 2,8 miliar dirumah Topan dianggap KPK dari proyek yang melibatkan Kepala UPTD Gunung Tua Rasuli Efendi Siregar, Pejabat pembuat Komitmen Satker PJN Wilayah I Sumut Heliyanto, serta dua pihak swasta, yaitu Dirut PT Dalihan Natolu Grup M. Akhirun Efendi Siregar dan kontraktor M. Rayhan Dulasmi, maka jumlah uangnya tidak sampai Rp 2,8 miliar." kata Pane.
Baca Juga:
Pane mendukung KPK membersihkan Sumut dari korupsi mengingat dua Gubernur Sumut dan sejumlah bupati dan walikota di Sumut pernah terjerat korupsi." Perhimpunan Pergerakan 98 meminta pengusutan KPK fokus pada dua hal agar Sumut benar - benar bersih dari korupsi yang berulang. Dua hal itu adalah sumber uang dari rekanan dan uang yang dikumpulkan itu dibagikan kepada siapa saja." kata Ihutan Pane, Rabu 2 Juli 2025.
Biasanya, ujar Pane, penerima uang gratifikasi yang dikumpulkan itu adalah atasan dan pejabat setara kadis yang memiliki power seperti Inspektorat." Kenapa Sumut sulit bersih dari korupsi karena KPK tidak tuntas membersihkannya." kata Ihutan.Ia mengatakan, KPK pada saat mengusut korupsi pembangunan infrastruktur sering terhenti pada peran kepala dinas saja. Kali ini Pane meminta KPK memanggil semua rekanan atau perusahaan yang pernah mendapat paket pekerjaan semasa Topan Ginting Kepala Dinas Sumber Daya Air Bina Marga dan Konstruksi Kota Medan (Dinas SDABMBK) atau Dinas PU.
" Sebab Topan Ginting lebih lama menjabat Kadis SDABMBK atau Dinas PU Medan ketimbang Kadis PUPR Sumut yang dia jabat pada Februari 2025. Semua orang tahu Topan lebih lama bergaul dengan rekanan yang mengerjakan proyek di Dinas PU Medan." ujar Ihutan
Jika KPK membatasi pengungkapan OTT hanya pada kasus pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut dan pembangunan jalan di Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumut, itu artinya, ujar Pane, KPK membiarkan korupsi berulang." Sebab korupsi dengan menerima gratifikasi tidak mungkin muncul tiba - tiba pada saat Topan menjabat Kadis PUPR Sumut." tutur mantan Kepala Bidang
Badan Koordinasi Himpunan Mahasiwa Islam (HMI) Sumut periode 1997 - 1999 ini.red2