Raja Ampat, – Bupati Raja Ampat, Orideko Burdam, menyuarakan keprihatinannya terhadap aktivitas pertambangan nikel yang diduga mencemari lingkungan di wilayahnya. Dalam pernyataan resmi yang disampaikan pada Jumat (6/6), ia menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan memadai untuk menindak aktivitas industri ekstraktif yang beroperasi di kawasan konservasi.
"97 persen wilayah Raja Ampat adalah kawasan konservasi. Ketika terjadi pencemaran lingkungan akibat tambang, kami tidak bisa berbuat apa-apa karena kewenangan kami terbatas," ujar Orideko.
Pernyataan ini muncul di tengah meningkatnya kekhawatiran publik akan ekspansi tambang nikel di Papua Barat Daya, termasuk di Raja Ampat yang selama ini dikenal sebagai pusat keanekaragaman hayati laut dunia. Orideko menyebut bahwa seluruh proses perizinan pertambangan, mulai dari penerbitan hingga pencabutan izin, berada di bawah kendali pemerintah pusat, sehingga menyulitkan daerah dalam menjaga keberlanjutan lingkungan hidup.
Raja Ampat merupakan kawasan strategis nasional yang memiliki peran vital dalam pelestarian ekosistem laut dan darat. Namun, kehadiran tambang yang masuk melalui izin pemerintah pusat dinilai berpotensi menimbulkan kerusakan ekologis permanen dan mengancam sektor pariwisata berkelanjutan yang menjadi tumpuan ekonomi masyarakat lokal.
Sejumlah pihak kini mendesak pemerintah pusat untuk mengevaluasi sistem sentralisasi perizinan tambang serta memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah untuk melakukan pencegahan dan penindakan terhadap aktivitas pertambangan yang dianggap merusak.
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di
Google News