Senin, 09 Juni 2025

GREAT Institute Menyembelih Kurban di Tanah Terluka: Simbol Perlawanan Warga Pesisir Banten

Administrator
Minggu, 08 Juni 2025 18:24 WIB
GREAT Institute Menyembelih Kurban di Tanah Terluka: Simbol Perlawanan Warga Pesisir Banten
Satu ekor sapi limousin berbobot lebih dari satu ton diturunkan di tanah kerontang Desa Muncung, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Sabtu (8/6/2025). Namun, yang diturunkan bukan semata hewan kurban. Ia hadir sebagai simbol—simbol perlawanan, pe
JAKARTA-- Satu ekor sapi limousin berbobot lebih dari satu ton diturunkan di tanah kerontang Desa Muncung, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Sabtu (8/6/2025). Namun, yang diturunkan bukan semata hewan kurban. Ia hadir sebagai simbol—simbol perlawanan, pengharapan, dan penegasan kembali bahwa di ujung barat Pulau Jawa itu masih ada luka lama yang belum sembuh: luka keadilan.



Penyerahan sapi kurban itu dilakukan Great Institute, lembaga pemikiran kebangsaan yang baru saja diluncurkan, diwakili oleh Hendri Harmen. "Kami datang bukan sekadar menyerahkan hewan kurban," kata Hendri. "Kami datang untuk menyatakan bahwa warga Muncung tidak sendiri dalam perjuangan."



Ia mewakili Dr. Syahganda Nainggolan, ketua Dewan Direktur GREAT Institute, yang menurutnya sangat prihatin atas penderitaan warga. Sapi kurban yang diserahkan bukan sembarang sapi: jenis limousin dikenal sebagai salah satu ras unggul dari Eropa, dengan bobot yang bisa melampaui satu ton, tubuh kekar dan tinggi besar. Dalam konteks sosial, kurban semacam ini bukan cuma tentang daging, tapi tentang martabat.



Namun suasana di Desa Muncung jauh dari gegap gempita Idul Adha. Lebaran Haji kali ini—yang seharusnya jadi momen gembira—masih diliputi bayang-bayang muram dan getir. Sejak wilayah pesisir ini terkena dampak pembangunan kawasan elit PIK 2, kehidupan warga berubah drastis. Tanah dirampas, akses ke laut ditutup, dan suara rakyat ditekan oleh kekuatan besar yang bersenjatakan modal dan kekuasaan.



"Kami mengerti, rakyat bukan anti pembangunan," ujar Hendri, tegas. "Tapi pembangunan yang menyingkirkan rakyat dari tanah dan lautnya, itulah yang tidak bisa diterima. Rakyat hanya ingin satu hal: pembangunan yang adil."



Suara nelayan Khalid Miqdan, yang hadir mewakili warga, menggema lebih keras. "Indonesia itu tanah air," katanya. "Tapi tanahnya sekarang dirampas, dan airnya, lautnya, sempat ditutup dengan pagar-pagar. Lalu mana lagi arti Indonesia sebagai tanah air?"



Ia berdiri di bawah langit kelabu, tangannya menunjuk ke utara, ke arah laut yang sebagian telah menjadi kawasan tertutup. Para nelayan seperti dirinya bukan hanya kehilangan penghidupan, tapi juga identitas. "Kami dan laut itu satu," kata Khalid. "Mengganggu laut kami, sama saja mematikan kami perlahan."



GREAT Institute, menurut Khalid, telah hadir tidak sekadar sebagai pengamat. Mereka turun langsung, menyentuh luka, mendengar keluh, dan kini menyimbolkan kebersamaan dengan sapi kurban di Idul Adha. "Simbol kebersamaan itu penting," katanya. "Apalagi Idul Adha ini sangat lekat dengan kisah Nabi Ibrahim. Kita tahu, Nabi Ibrahim adalah simbol perlawanan terhadap Namrud, raja zalim."



Dalam tafsir yang mendalam, Nabi Ibrahim bukan hanya nabi pengorbanan. Ia adalah simbol dari keberanian menentang kuasa yang semena-mena. Dalam hadits sahih riwayat Ahmad, Nabi Muhammad SAW bersabda, "Sebaik-baik jihad adalah mengatakan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim." Dan itulah yang kini dilakukan warga Muncung—dengan bahasa sederhana, dengan tubuh lelah dan harapan yang belum pupus.



"Kami ingin terang," ujar Khalid. "Terang yang mungkin datang, salah satunya karena GREAT Institute telah memilih untuk membersamai kami. Di saat yang lain diam, Anda datang."



Penyerahan sapi limousin itu mungkin hanya satu peristiwa kecil dalam kalender nasional. Tapi di Desa Muncung, ia dicatat sebagai momen besar—momen di mana rasa adil diperjuangkan bukan hanya dengan demonstrasi, tapi kebersamaan dalam momen Idhul Kurban. Selebihnya, seperti kata Hendri, "Semoga Allah SWT segera menyingkirkan kezaliman dari tanah ini." Sebab di antara tanah dan air itulah, rakyat masih berharap Republik ini kembali berpihak pada mereka yang tak bersuara. Rel

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Sumber
:
SHARE:
Tags
Berita Terkait
GREAT Institute: Perang Tarif Trump Momentum Membangun Tanpa Ciptakan Ketergantungan

GREAT Institute: Perang Tarif Trump Momentum Membangun Tanpa Ciptakan Ketergantungan

Komentar
Berita Terbaru