Jaksa Agung Setujui Empat Perkara Diselesaikan lewat Restorative Justice, Termasuk Kasus Pencurian RX King di Jakarta Pusat

Jakarta – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual pada Selasa, 22 April 2025, yang membahas dan menyetujui empat permohonan penghentian penuntutan perkara melalui mekanisme keadilan restoratif (restorative justice). Langkah ini menjadi bagian dari komitmen Kejaksaan Republik Indonesia dalam mewujudkan penegakan hukum yang humanis dan mengedepankan musyawarah dalam penyelesaian perkara ringan.
Salah satu perkara yang mendapatkan persetujuan untuk diselesaikan melalui mekanisme restorative justice adalah kasus pencurian sepeda motor yang melibatkan tersangka Abdul Wahid. Kasus ini ditangani oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
Berdasarkan kronologi, peristiwa terjadi pada Senin dini hari, 10 Februari 2025. Sekitar pukul 03.00 WIB, Abdul Wahid yang baru saja nongkrong bersama temannya, melintas di Gang Buaya, Kelurahan Karet Tengsin, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Di lokasi tersebut, ia melihat sebuah sepeda motor Yamaha RX King warna hitam dengan nomor polisi B 6623 NDR yang sedang terparkir di depan rumah kontrakan.
Melihat kondisi sekitar yang sepi, Abdul Wahid lalu mendorong sepeda motor tersebut dengan maksud mengambilnya. Namun, aksi tersebut tak berlangsung lama. Baru berjalan sekitar 10 meter, dua warga yang curiga langsung menghadangnya. Tersangka pun diamankan oleh warga dan dibawa ke Pos RW 07 sebelum diserahkan ke Polsek Metro Tanah Abang.
Akibat perbuatannya, korban bernama Dino Noviyanto mengalami kerugian sebesar Rp10 juta. Namun, dalam proses hukum, tersangka mengakui kesalahannya dan menyatakan penyesalan yang mendalam. Ia juga mengembalikan barang bukti berupa sepeda motor kepada korban dan menyampaikan permintaan maaf secara langsung.
Melihat potensi penyelesaian secara damai, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Dr. Safrianto Zuriat Putra, Kasi Pidum Fatah Chotib Uddin, serta Jaksa Fasilitator Anneke Setiyawati menginisiasi proses restorative justice. Korban sepakat berdamai dan meminta agar proses hukum dihentikan.
Permohonan penghentian penuntutan diajukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Dr. Patris Yusrian Jaya, yang setelah menelaah perkara, menyetujui usulan tersebut dan meneruskannya ke JAM-Pidum. Persetujuan akhirnya diberikan dalam ekspose virtual yang digelar Selasa, 22 April 2025.
Selain perkara Abdul Wahid, tiga kasus lainnya juga disetujui untuk diselesaikan secara restorative, yaitu:
Baca Juga:
Tersangka M. Sholehasan Syamsudin dari Kejaksaan Negeri Kotabaru, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pengancaman;
Tersangka Firmansyah dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian;
Tersangka Weno dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
JAM-Pidum menyampaikan bahwa penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif diberikan setelah mempertimbangkan sejumlah aspek, seperti tersangka belum pernah dihukum, ancaman pidana di bawah lima tahun, tersangka menunjukkan itikad baik dan tidak akan mengulangi perbuatannya, serta proses perdamaian berlangsung secara sukarela tanpa tekanan.
"Para Kepala Kejaksaan Negeri diminta segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor 01/E/EJP/02/2022," tegas Prof. Asep dalam penutupannya.
Langkah ini menunjukkan bahwa pendekatan keadilan restoratif terus menjadi alternatif penyelesaian perkara yang diharapkan mampu memberikan manfaat lebih besar bagi semua pihak, khususnya masyarakat.red2
Baca Juga: