Samosir |halomedan.com -
Kejaksaan Negeri (
Kejari)
Samosir dinilai terkesan memaksakan penyelesaian melalui restorative justice dalam penanganan dua perkara yang melibatkan
Veronika S, SH dan TS meskipun kedua kasus memiliki konstruksi hukum yang berbeda. Bahkan kembali menjadi sorotan publik.TS merupakan tersangka dalam kasus dugaan pengancaman menggunakan alat, yang dilaporkan
Veronika dengan nomor LP/B/113/IV/2025/SPKT/POLRES SAMOSIR/POLDA SUMUT pada 3 April 2025. Dua bulan kemudian, TS balik melaporkan
Veronika S, SH atas dugaan penghinaan.
Saat ini, laporan
Veronika S, SH terhadap TS telah memasuki P21 tahap satu dan tinggal menunggu P21 tahap dua dari
Kejari Samosir.Nova Ginting, jaksa dari
Kejari Samosir, saat dikonfirmasi pada, Rabu (19/11/2025) menyampaikan bahwa pihaknya, baik Kajari maupun Kasi Pidum, akan tetap menunggu laporan TS di Polsek Simanindo hingga naik ke tahap P21.
Baca Juga:
Setelah kedua perkara berada pada posisi yang sama,
Kejari berencana memfasilitasi upaya perdamaian. Bila kedua pihak tidak bersedia berdamai, maka kedua perkara akan sama-sama dilanjutkan ke P21 tahap dua.Sikap ini dipertanyakan oleh kuasa hukum
Veronika S, SH, Irwan Sitanggang, SH. Ia menilai langkah
Kejari Samosir tidak adil dan terkesan mempersulit proses hukum.
"Saya sudah menyampaikan bahwa klien saya tidak mau berdamai. Di Polsek Simanindo sebelumnya juga sudah pernah dilakukan mediasi, tapi tidak berhasil. Mengapa sekarang
Kejari seolah memaksakan perdamaian?" ujar Irwan sembari menjelaskan, kedua perkara memiliki perbedaan signifikan sehingga tidak pantas disamakan."
Kasus klien saya (,
Veronika S, SH) adalah pengancaman menggunakan alat, dengan parang dan kayu sebagai barang bukti. Sementara laporan balik adalah dugaan penghinaan. Ini dua hal yang berbeda, tapi seolah dianggap sama. Kalau mau menerapkan restorative justice, silakan, tapi tidak perlu menunggu laporan balik itu naik ke P21. Laporan klien saya jelas lebih dulu dan lebih berat," tegasnya.
Baca Juga:
Irwan juga mengungkapkan keanehan lain yang ia temukan berdasarkan SP2HP dari Polres
Samosir. Menurutnya,
Kejari Samosir meminta penyidik melakukan pemeriksaan ahli bahasa dan ahli pidana dalam kasus pengancaman yang dilaporkan
Veronika S, SH."Anehnya lagi, sesuai SP2HP yang kami terima,
Kejari meminta Polres melakukan pemeriksaan ahli bahasa dan ahli pidana. Ini kan aneh.
Kasus yang kami laporkan adalah pengancaman menggunakan alat, dengan saksi dan barang bukti yang jelas. Mengapa harus pakai ahli bahasa? Ini justru mempersulit proses hukum," ujar Irwan.
Irwan menegaskan, jika
Kejari Samosir memang menerapkan standar seperti itu, maka hal tersebut harus dilakukan secara merata kepada seluruh kasus serupa di
Samosir."Okelah kita terima. Tapi kalau begitu, semua kasus sejenis di
Samosir harus diperlakukan sama. Jangan pandang bulu," tegasnya.
Irwan menilai, langkah-langkah tersebut dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap profesionalisme
Kejari Samosir. Atas berbagai kejanggalan yang ia nilai terjadi menyatakan akan melayangkan surat resmi kepada pengawas kejaksaan untuk mengadukan kinerja
Kejari Samosir yang dianggap tidak profesional dalam menangani perkara kliennya.(W02)