Administrator
Jumat, 17 Oktober 2025 17:58 WIB
Istimewa
Baca Juga:Di lapangan, gesekan masih muncul antara aparat keamanan, masyarakat, dan pihak perusahaan. Imbauan agar penyelesaian dilakukan tanpa intimidasi sering kali berhenti di tataran wacana, sementara praktik kriminalisasi terhadap warga adat terus membayangi.Seruan "tanpa intimidasi" memang terdengar menenangkan, tetapi tanpa keberpihakan nyata terhadap korban, penyelesaian hanya akan berputar di meja rapat. Masyarakat adat menuntut pengakuan hak, bukan sekadar mediasi. Dalam situasi ini, Pemprov seharusnya tak hanya menjadi penonton netral, melainkan penegak keadilan yang memastikan hukum berpihak pada yang lemah, bukan yang kuat secara legalitas ekonomi.Basarin menyinggung akar sejarah konflik agraria di Sumut yang panjang dan kompleks. Sejak era kolonial Belanda tahun 1870, banyak tanah di Sumatera Timur dikuasai oleh perusahaan asing melalui konsesi yang diberi oleh kesultanan.
Baca Juga:Basarin menyebut bahwa sejumlah kasus di daerah lain sudah mulai menemukan titik temu, seperti di Kabupaten Karo yang berhasil menyepakati lahan penggembalaan bersama. Namun, penyelesaian semacam itu masih bersifat sporadis dan belum menyentuh akar konflik struktural antara kepentingan industri dan hak masyarakat adat di kawasan Danau Toba.Sementara untuk kasus yang telah masuk ke ranah hukum, Pemprov memilih menunggu proses peradilan. Sikap hati-hati ini bisa dimaklumi, namun sekaligus memperlihatkan keterbatasan pemerintah daerah dalam melindungi rakyat adat. Sebab, tanpa kehadiran negara yang aktif dan berpihak, "win-win solution" hanya akan menjadi jargon diplomatis sementara tanah leluhur tetap terancam menjadi sekadar angka dalam dokumen HGU.