Medan— Dunia pendidikan tinggi di Sumatera Utara kembali diguncang kabar mengejutkan.
Gedung yang selama ini dikenal sebagai fasilitas milik Kementerian Imigrasi dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dikabarkan berubah fungsi menjadi tempat untuk mengurus urusan pendidikan tinggi. Langkah ini langsung menuai kritik tajam dari berbagai pihak, terutama para akademisi dan alumni Universitas Sumatera Utara (USU).Salah satu alumni senior USU angkatan 70-an, H Syahrir Nasution, menyebut perubahan fungsi gedung tersebut sebagai tindakan cacat etika, cacat hukum, dan anomali prosedural. Ia menilai, tindakan itu mencerminkan kekacauan tata kelola kelembagaan serta bentuk intervensi kekuasaan terhadap dunia akademik."USU merupakan lembaga pendidikan tinggi yang berperan mengelola keilmuan dan harus merdeka secara akademik. Ia tunduk pada hukum dan Statuta USU, bukan pada tekanan atau intervensi kekuasaan," tegas Syahrir, Kamis (13/11/2025).
Ia menilai, langkah pemerintah yang menggunakan gedung Kementerian Imigrasi dan Lapas untuk urusan pendidikan menunjukkan campur tangan politik yang kian vulgar di dunia akademik. Menurutnya, dunia pendidikan tidak boleh dijadikan alat politik atau tempat kompromi kepentingan kekuasaan."Sebagai manusia yang berakal sehat dan memiliki harga diri, saya memprotes keras tindakan ini. Pendidikan harus dijaga martabat dan independensinya, bukan dikendalikan oleh kepentingan politik sesaat," ujarnya dengan nada tegas.Syahrir juga menyerukan agar pihak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi turun tangan menyelidiki kebijakan ini. Ia mengingatkan, jika lembaga pendidikan sudah kehilangan kemerdekaannya, maka integritas akademik dan kepercayaan publik terhadap dunia kampus akan hancur.
Baca Juga:
Fenomena ini, menurut banyak pengamat pendidikan di Medan, menjadi sinyal berbahaya atas pencampuradukan fungsi kelembagaan negara. Jika benar terjadi, maka ini bukan hanya persoalan etik, tapi juga berpotensi melanggar aturan tata kelola pemerintahan yang diatur dalam undang-undang."Ini bukan sekadar salah tempat, tapi salah arah," ujar salah satu akademisi USU yang enggan disebutkan namanya.Publik kini menanti klarifikasi resmi dari pihak terkait — baik dari Kementerian Hukum dan HAM, Kemenristekdikti, maupun Rektorat USU — untuk menjelaskan dasar hukum dan urgensi perubahan fungsi gedung tersebut.Sementara itu, suara penolakan dari alumni dan civitas akademika terus bergema, menuntut agar kemerdekaan kampus tidak dijadikan alat permainan politik kekuasaan.red
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di
Google News