Oleh: H Syahrir NasutionAda pertanyaan yang menggugah hati nurani kita sebagai bangsa yang menjunjung tinggi moral dan adab: "Mengapa barang
busuk harus kita tanggung?"Sebuah kalimat sederhana, tapi mengandung makna yang dalam — sekaligus sindiran keras terhadap akal sehat yang sedang diuji di negeri ini.Sejak nenek moyang kita, bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa bermartabat. Kita diajarkan untuk hidup dengan nilai-nilai kejujuran, harga diri, dan tanggung jawab yang berlandaskan nurani. Kita boleh tidak punya banyak harta, tapi kita punya harga diri yang tak bisa dibeli dengan apapun. Maka menjadi aneh — bahkan menyayat hati — ketika rakyat dipaksa memikul beban atas sesuatu yang bukan kesalahannya, apalagi untuk menanggung "barang
busuk" yang jelas-jelas bukan hasil dari kerja keras rakyat.
Lebih menyakitkan lagi ketika barang yang rusak, cacat, bahkan tak layak pakai — disebut "barang rongsok" — justru dibebankan pembayarannya kepada masyarakat. Seolah-olah rakyat harus ikut bertanggung jawab atas kesalahan pihak lain. Ini bukan hanya persoalan ekonomi atau kebijakan, tapi persoalan nurani dan logika sehat.Bagaimana mungkin kita harus bangga produk Cina jika yang datang justru barang gagal, yang kualitasnya tidak memenuhi standar, dan pada akhirnya justru menambah beban bangsa sendiri? Kebanggaan tidak bisa dipaksakan, apalagi jika di atas penderitaan rakyat.Karena sesungguhnya, manusia hanya berharga jika ia mampu menghargai harga dirinya sendiri.Bangsa yang membiarkan diri menanggung kesalahan orang lain tanpa suara, bangsa yang mau "menyelamatkan muka" pihak yang berbuat curang, adalah bangsa yang sedang menurunkan martabatnya sendiri.
Baca Juga:
Tidak masuk akal — bahkan melawan logika moral — jika kita dengan sadar menjatuhkan diri ke lumpur kehinaan demi menutupi ke
busukan orang lain.Tanggung jawab tidak bisa diwariskan kepada yang tak bersalah.Maka, marilah kita kembali pada nilai yang paling dasar: kejujuran dan harga diri.Jangan biarkan bangsa ini menjadi penanggung "barang
busuk" — baik dalam arti harfiah maupun moral. Sebab bangsa yang bermoral tinggi, tak akan pernah rela menanggung beban dosa yang bukan miliknya.****
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di
Google News