Oleh: H Syahrir NasutionFenomena kepala
daerah yang semakin menjauh dari makna sejati pengabdian publik kini kian terang benderang. Pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudi Sadewa baru-baru ini, yang mengungkap bahwa banyak pemerintah
daerah justru "menyimpan" dana APBN di bank-bank dan Bank Indonesia, seolah menjadi bukti telanjang bahwa sebagian besar kepala
daerah bukan lagi penggerak pembangunan rakyat—melainkan rent seeker, pencari rente ekonomi yang lihai memanfaatkan uang rakyat untuk kepentingan sempit.Kita patut bertanya dengan logika yang sehat: masih dapatkah rakyat mempercayai walikota, bupati, dan gubernur semacam itu untuk membangun kepentingan rakyat?Sebab, bila dana publik yang seharusnya berputar di lapangan dan menumbuhkan ekonomi
daerah justru "diparkir" di lembaga keuangan, maka yang tumbuh bukan kesejahteraan, melainkan rente. Dana idle itu menjadi instrumen permainan politik dan ekonomi, sementara masyarakat di bawah tetap bergulat dengan harga pangan, infrastruktur rusak, dan pelayanan publik yang buruk.
Tindakan kepala
daerah semacam ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap semangat desentralisasi fiskal. Otonomi
daerah yang semestinya mendorong inovasi dan keberpihakan pada rakyat kecil, justru diselewengkan menjadi alat akumulasi kepentingan pribadi dan kelompok. Mereka menjadikan kas
daerah bukan alat kerja, tetapi alat tawar.Ironinya, ketika hal ini terungkap, alih-alih introspeksi, sebagian kepala
daerah malah berlomba membuat pembelaan diri. Dalih klasik seperti "mengatur likuiditas", "menunggu proyek berjalan", atau "demi stabilitas keuangan
daerah" seolah menjadi tameng moral untuk menutupi fakta bahwa mereka gagal menggerakkan uang rakyat untuk rakyat itu sendiri.Di sinilah akar persoalan kita: kekuasaan yang kehilangan nilai moral. Kepala
daerah yang seharusnya menjadi pelayan publik berubah menjadi manager rente — lihai dalam retorika, tapi miskin dalam keberpihakan. Padahal setiap rupiah dari APBN adalah amanah rakyat yang harusnya segera kembali dalam bentuk manfaat publik, bukan bunga deposito di bank.Kini publik menunggu: apakah Kementerian Keuangan dan lembaga pengawas berani menindaklanjuti temuan ini dengan langkah konkret? Dan yang lebih penting, apakah kita masih akan diam melihat kepala
daerah menjadi rent seeker dengan menggunakan uang kita sendiri?
Baca Juga:
Karena pada akhirnya, kepercayaan rakyat bukan dibangun dari kata-kata, melainkan dari tindakan nyata dalam mengelola setiap sen uang publik untuk kemakmuran bersama.***