MADINA -Kebijakan penghentian aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang dikeluarkan
Bupati Mandailing Natal (
Madina), H. Syaifullah Nasution, menuai beragam reaksi dari masyarakat. Meski dinilai sebagai langkah tegas dalam menertibkan aktivitas tambang ilegal, keputusan tersebut juga dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak sosial ekonomi baru di tengah masyarakat yang selama ini menggantungkan hidup dari sektor tersebut.Surat edaran
Bupati Mandailing Natal tertanggal 17 April 2025, dengan Nomor: 660/0698/DLH/2025, bersifat penting dan berisi perihal Penghentian Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI). Surat tersebut ditujukan kepada 12 camat di wilayah Mandailing Natal, antara lain Camat Huta Bargot, Naga Juang, Kota Nopan, Muara Sipongi, Pakantan, Ulu Pungkut, Batang Natal, Lingga Bayu, Ranto Baek, Batahan, Natal, dan Muara Batang Gadis (MBG).Namun, dari total 23 kecamatan yang ada di
Madina, masih terdapat 11 kecamatan lainnya yang tidak disebutkan dalam surat tersebut. Hal ini memunculkan pertanyaan publik, mengapa penegasan larangan PETI tidak menyeluruh ke seluruh wilayah kabupaten.Dari hasil pantauan di lapangan, kebijakan penutupan PETI ini menimbulkan pro dan kontra. Sebagian pihak mendukung langkah pemerintah daerah dalam menegakkan aturan dan menjaga lingkungan. Namun, sebagian lainnya menilai kebijakan ini dilakukan tanpa kesiapan solusi alternatif, terutama bagi masyarakat kecil yang selama ini menggantungkan penghidupan dari aktivitas tambang rakyat tersebut.
"Kalau langsung ditutup tanpa ada solusi pekerjaan pengganti, bagaimana masyarakat bisa memenuhi kebutuhan keluarganya? Banyak dari mereka harus menanggung biaya sekolah anak dan kebutuhan sehari-hari dari hasil tambang itu," ujar seorang warga Kecamatan Batang Natal yang enggan disebutkan namanya.Sementara itu, H. Syahrir Nasution, pengamat politik sekaligus putra asli Batang Natal, menilai kebijakan ini perlu diiringi dengan langkah konkret untuk menjamin kesejahteraan masyarakat.> "
Bupati jangan hanya bisa membuat surat pemberhentian saja. Ada dua hal penting yang harus dilakukan seorang kepala daerah, yaitu pertama membuka lapangan kerja bagi rakyatnya, dan kedua melindungi masa depan generasi muda
Madina agar tetap bisa bertahan dan memiliki harapan hidup," ujar Syahrir.
Baca Juga:
Ia juga menyoroti lemahnya koordinasi antar lembaga di daerah.> "Jika hanya Forkopimcam yang beraksi menindak PETI, sementara Forkopimda
Madina tidak turun langsung menyentuh kehidupan rakyat, maka kebijakan itu tidak berarti apa-apa. Malah bisa menambah peluang pihak-pihak tertentu memanfaatkan situasi," tegasnya.Menurut Syahrir, pemerintah seharusnya tidak hanya menutup aktivitas ilegal, tetapi juga menyediakan "way out" — jalan keluar bagi masyarakat terdampak.
> "Tugas pemerintah itu ada dua hal pokok terhadap rakyatnya: pertama, melindungi dan menjaga mereka dari segala aspek kehidupan, termasuk dari kelaparan; kedua, membuka lapangan kerja agar rakyat bisa bertahan hidup dan punya harapan, bukan kehilangan harapan (hope less)," tutup Syahrir.Kebijakan penghentian PETI di
Madina menjadi momentum penting bagi pemerintah daerah untuk menyeimbangkan antara penegakan hukum dan keberpihakan terhadap nasib rakyat kecil. Tanpa solusi nyata, langkah baik itu bisa berubah menjadi beban sosial baru bagi masyarakat di bumi Gordang Sambilan.rel
Baca Juga: