Oleh: H Syahrir Nasution
Medan – Keberagaman etnis, budaya, dan agama di Sumatera Utara sejatinya merupakan kekayaan yang harus dijaga dan dirawat sebagai kekuatan
bangsa. Namun belakangan, sejumlah kebijakan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dinilai justru menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
"Sumut jangan di
jadikan sumber disintegrasi
bangsa atau laboratorium politik disintegrasi umat oleh gubernur yang tak mau tahu akan sejarah," tegas Syahrir Nasution, tokoh masyarakat Sumut, Senin (20/10/2025).
Menurutnya, rakyat sudah mulai gerah melihat berbagai kebijakan Pemprov Sumut yang dinilai tidak berpihak pada kepentingan masyarakat luas dan malah berpotensi menimbulkan gesekan sosial. Ia menyinggung beberapa isu yang sempat mengemuka, mulai dari polemik BK-BL, masalah empat pulau yang diklaim milik Nanggroe Aceh Darussalam, hingga kisruh pemilihan rektor Universitas Sumatera Utara (USU) yang menyeret nama-nama pejabat dan kepentingan politik tertentu.
"Persoalan-persoalan itu tidak berdiri sendiri. Ia saling terkait dengan cara pandang pemerintah terhadap tata kelola daerah dan kehidupan rakyat Sumut, terutama dalam pembangunan infrastruktur seperti retensi kolam untuk mengatasi banjir, yang tak kunjung serius ditangani," ujarnya.
Syahrir juga menyoroti keberadaan Plaza UMKM USU yang disebutnya menjadi simbol masuknya kepentingan politik ke dalam dunia akademik. Padahal, menurutnya, kampus seharusnya menjadi benteng moral dan peradaban masyarakat yang bermartabat, bukan ajang perebutan pengaruh kekuasaan.
Ia mengingatkan agar Gubernur Sumut tidak menjalankan pemerintahan dengan semangat hegemonik atau hanya menguntungkan kelompok tertentu. "
Janganjadikan Sumut hegemoni kelompok tertentu. Rakyat Sumut sudah cukup dewasa dalam berpolitik, dan mereka bisa menilai mana pemimpin yang berpihak pada rakyat dan mana yang hanya berpihak pada kepentingan pribadi atau kelompok," tutupnya.
Baca Juga:
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di
Google News