Oleh: H. Syahrir NasutionPemerhati Ekonomi dan PolitikProvinsi Sumatera Utara kembali mencatat rekor yang memalukan.
Inflasi tahunan (year-on-year) mencapai 5,32%,
tertinggi di seluruh Indonesia. Angka ini bukan sekadar statistik ekonomi, tetapi sinyal keras dari rapuhnya tata kelola dan lemahnya kepemimpinan dalam mengelola stabilitas daerah.Menurut pemerhati ekonomi dan politik, H. Syahrir Nasution, capaian inflasi
tertinggi ini adalah bukti nyata bahwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara di bawah kepemimpinan Gubernur Bobby Nasution gagal mengendalikan harga dan menjaga daya beli masyarakat.
"
Inflasi tinggi bukan semata karena faktor global atau cuaca ekstrem. Ini soal ketidakmampuan pemerintah daerah mengatur jalannya distribusi, mengendalikan pasokan, dan memastikan kebijakan fiskal berpihak pada rakyat kecil," tegas Syahrir.Ia menilai, tidak adanya arah kebijakan ekonomi yang terukur dan lemahnya koordinasi antarinstansi telah memperparah situasi. Fungsi pengawasan terhadap harga kebutuhan pokok dan rantai pasok nyaris lumpuh, sementara belanja daerah justru banyak dihabiskan untuk kegiatan seremonial dan proyek tanpa dampak langsung terhadap perekonomian rakyat."Di atas kertas, Sumut selalu berbicara soal pertumbuhan ekonomi. Tapi apa gunanya pertumbuhan kalau rakyat justru dicekik oleh harga beras, cabai, dan kebutuhan pokok lainnya?" sindirnya tajam.Syahrir juga menyoroti Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Sumut, yang menurutnya terlalu sibuk mengejar target penerimaan pajak tanpa memperhatikan keseimbangan ekonomi masyarakat. "Ketika pendapatan rakyat menurun dan biaya hidup naik, memaksa masyarakat membayar pajak lebih besar hanya akan memperdalam luka sosial," tambahnya.
Baca Juga:
Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa tugas pemimpin daerah bukan sekadar membangun citra dan infrastruktur, melainkan memastikan ekonomi rakyat tetap hidup.
Inflasi 5,32% adalah alarm keras bahwa kebijakan ekonomi Sumut tidak berpihak pada kepentingan publik."Bobby Nasution harus berani mengevaluasi jajaran ekonominya, termasuk Bappeda dan Bapenda. Jangan hanya menunggu laporan manis dari bawah. Rakyat butuh tindakan konkret, bukan pidato seremonial," ujar Syahrir.Syahrir menutup dengan peringatan tajam: "Ketika harga-harga tidak terkendali, daya beli anjlok, dan kesenjangan sosial melebar, maka itu bukan sekadar kegagalan teknis — tetapi kegagalan moral kepemimpinan."Sumatera Utara tak butuh pencitraan, tapi keberpihakan nyata.
Inflasi 5,32% harus menjadi titik balik, bukan sekadar angka yang lewat dalam berita.***