Jumat, 24 Oktober 2025

Pola Pikir Dungu Memaksa Publik Demi Angka PAD

Administrator
Rabu, 01 Oktober 2025 14:16 WIB
Pola Pikir Dungu Memaksa Publik Demi Angka PAD
Istimewa
Oleh: H. Syahrir Nasution

(Pemerhati Sosial dan Politik)

Langkah Gubernur Sumatera Utara yang belakangan ramai mengutak-atik plat nomor kendaraan bermotor adalah sebuah blunder politik sekaligus bukti ketidakpahaman terhadap tata kelola pemerintahan. Betapa tidak, kebijakan itu lahir tanpa landasan hukum, tanpa koordinasi, dan jelas menabrak kewenangan institusi lain.

Seorang gubernur bukanlah raja kecil di provinsi. Ia adalah perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah, sekaligus kepala daerah yang diberi mandat mengelola pembangunan. Maka, setiap tindakan seharusnya tunduk pada aturan hukum yang berlaku, bukan menabrak dan menafsir seenaknya demi kepentingan sesaat.

Perlu dipahami, STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) dan TNKB (Tanda Nomor Kendaraan Bermotor) adalah domain Polri. Itu adalah otoritas registrasi nasional yang berlaku sah di seluruh wilayah Republik Indonesia. Plat nomor kendaraan bukan produk daerah, melainkan produk hukum negara. Lalu dengan logika apa seorang gubernur berani melarang atau membatasi penggunaannya di jalan raya?

Sebagai warga negara yang taat hukum, kita layak merasa "terheran-heran". Bagaimana mungkin seorang gubernur tidak paham, atau pura-pura tidak paham, bahwa ia tidak berwenang mengutak-atik urusan TNKB? Apalagi kemudian memaksakan publik untuk patuh pada kebijakan ngawur yang jelas-jelas bertentangan dengan hukum nasional.

Inilah yang saya sebut sebagai pola pikir dungu. Pola pikir yang tidak lahir dari nalar sehat, melainkan dari syahwat politik dan obsesi sempit: mengejar angka Pendapatan Asli Daerah (PAD). Jika PAD ditempuh dengan cara-cara yang menabrak hukum, itu bukan hanya konyol, tetapi juga berbahaya.

Seorang pemimpin seharusnya memberi teladan dengan taat hukum, bukan sebaliknya mempermalukan diri di hadapan publik dengan kebijakan serampangan. Karena pada akhirnya, publik tidak akan tunduk pada keangkuhan seorang gubernur, melainkan pada hukum yang berlaku di negeri ini.

Baca Juga:
Jika gubernur masih ngotot, itu artinya bukan hanya ia sedang menistakan logika publik, tetapi juga tengah mempertontonkan kebodohan di panggung kekuasaan.***

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Administrator
Sumber
:
SHARE:
Tags
Berita Terkait
Ditpolairud Polda Sumut Gelar Bakti Sosial Makan Bergizi Gratis untuk Siswa SD di Kampung Nelayan Seberang

Ditpolairud Polda Sumut Gelar Bakti Sosial Makan Bergizi Gratis untuk Siswa SD di Kampung Nelayan Seberang

Komentar
Berita Terbaru