Advokat Joni Sandri Ritonga Tanggapi
Hotman Paris: Gelar Perkara di Istana Terkait Nadiem Makarim Menyalahi Prinsip
Negara Hukum
Jakarta, Kompas – Pernyataan pengacara
Hotman Paris Hutapea yang meminta Presiden Prabowo Subianto menggelar perkara di Istana terkait penetapan Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop oleh Kejaksaan Agung, menuai kritik.Advokat Joni Sandri Ritonga, SH., MH., CPM menilai usulan tersebut keliru secara
hukum dan berpotensi mengganggu prinsip pemisahan kekuasaan."Meminta Presiden menggelar perkara di Istana justru bertentangan dengan prinsip due process of law. Presiden tidak memiliki kewenangan masuk ke ranah teknis yudisial seperti gelar perkara. Itu murni kewenangan aparat penegak
hukum," ujar Joni dalam keterangannya, Jumat (5/9/2025).Menurut Joni, mekanisme gelar perkara telah memiliki aturan baku dalam sistem
hukum Indonesia. Gelar perkara hanya bisa dilakukan oleh penyidik atau aparat penegak
hukum yang berwenang, sebagaimana diatur dalam KUHAP, UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, serta peraturan internal Kejaksaan dan Kepolisian.
Risiko Merusak Prinsip Trias PoliticaJoni menegaskan, jika gelar perkara dilakukan di Istana, hal itu justru menimbulkan kesan bahwa proses
hukum tunduk pada kekuasaan eksekutif."Presiden hanya menjalankan fungsi eksekutif, bukan sebagai pengadil perkara. Kalau sampai Presiden masuk ke wilayah teknis penyidikan, ini bisa mencederai asas independensi Kejaksaan sekaligus merusak prinsip trias politica," katanya.Ia menilai, langkah tersebut juga berpotensi menciptakan preseden buruk dalam penegakan
hukum di Indonesia.
Baca Juga:
Jaga Marwah HukumLebih lanjut, Joni mengingatkan peran advokat sebagai officium nobile atau profesi terhormat seharusnya menjaga marwah
hukum, bukan menimbulkan persepsi keliru di masyarakat bahwa kasus pidana bisa diputuskan di luar mekanisme peradilan.Karena itu, ia menyerukan agar semua pihak menghormati proses
hukum yang sedang berjalan di Kejaksaan."Biarkan Kejaksaan bekerja sesuai kewenangan dan prosedurnya. Presiden tidak boleh ditarik-tarik masuk ke ranah teknis gelar perkara. Indonesia adalah negara
hukum, bukan negara kekuasaan," pungkas Joni.rel